Teng… teng… teng…
Bunyi lonceng tanda jam pelajaran telah selesai dan tiba waktunya
istirahat. Ya, suara lonceng, karena sekolah ku saat itu belum mempunyai bel
listrik seperti jaman sekarang. Semua siswa keluar dari kelasnya masing-masing.
Ada yang menuju perpustakaan, sekedar duduk-duduk di beranda kelas dan juga ke
kantin.
“Ad, ayo ke kantin”
Ajak ku kepada seorang teman akrabku yang bernama Fuad. Dia anak
yang sedikit pendek tetapi badannya agak gendut. Meskipun demikan dia anak yang
enak diajak ngobrol, terkadang ada lelucon-lelucon yang sering dia perbuat
hingga aku tertawa terpingkal-pingkal.
“Ayo kalo gitu, kebetulan tenggorokkan ku lagi kering nich” sahut
Fuad.
Lalu kami berdua menuju ke kantin yang berada agak jauh dari kelas IX-B,
ya itu kelas ku. Saat itu aku hampir menyelesaikan sekolah tingkat pertama,
tinggal satu bulan lagi menghadapi Ujian Nasional yang begitu menghantui
fikiran aku saat itu.
“Ad, katanya tenggorokan mu kering? Kok gak pesen minuman sama Bu
Atik”
“Kamu aja yang pesan deh…, aku sudah terlanjur duduk nyaman nih…”.
Sahutnya.
“Aku juga udah terlanjur duduk juga nih…”
“Ya udah lah aku aja yang pesan minuman”
Aku menuju ruang kantin menemui Bu Atik penjaga kantin sekolah. Dia
sudah sangat lama menjadi penunggu kantin, semenjak aku baru masuk sekolah ini
beliau sudah ada lebih dulu. Beliau juga punya anak perempuan yang sekolah
disini tetapi baru kelas VII. Keakrabanku dengan Bu Atik seperti ibu kandungku
sendiri, karena beliau orangnya sabar, ramah dan suka meneasehati apabila aku
sedang malas belajar.
“Bu… Bu… Bu Atik…” Panggilku.
“Iya…” Jawabnya dari ruang belakang.
“Tunggu bentar ya, ibu lagi nggoreng bakwan jagung”
“Iya Bu…”
Setelah satu gorengan selesai diangkatnya lalu Bu Atik menuju ke depan,
sambil berucap di benaknya siapa ya tadi yang memanggilku?
“Oooo… kamu to Din, mau pesan apa sama ibu?”
“Nanti ibu buatin yang spesial untuk mu”
“Ah ibu ini selalu begitu…”
“Aku cuma pesen es teh aja kok bu”
“Kalo aku pesen es jus manga 2 gelas bu” Sahut Fuad sambil
senyam-senyum.
“Loh, kok banyak amat pesan mu Ad…? Emang muat tu perut…?”
“Dah bu buati satu aja ya buat Fuad” Pinta ku kepada Bu Atik.
Disela Bu Atik membuatkan pesanan untuk kami berdua, kami menunggu
di bangku yang ada di depan kantin yang nampak sudah usang dimakan waktu
sembari ngobrol hal-hal kecil.
“Din, kapan kau ajak main ke rumah mu?” Tanya Fuad kepada ku.
Saat itu memang aku belum pernah mengajak tema-teman ku main ke
rumah ku sendiri. Dan itu terkadang membuat ku agak sedih karena tak satupun
dari teman ku yang main ke rumah ku. Karena aku bukan anak asli daerah sekitar
sekolah atau desa tersebut, akan tetapi aku adalah anak rantau yang selalu
berpindah-pindah sekolah mulai Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas.
Disana aku ikut dengan Paman, apa pun yang kulakukan seperti tidur, makan,
mandi dan apapun lainnya di rumah Paman. Terkadang hati ini merasa sedih
bercampur kangen kepada orang tua yang jauh di sana, di Tuban Jawa Timur
tepatnya di kota kecil yang dahulu masih sangat sepi. Ya, di sanalah kampung
halaman ku tercinta, di sepanjang aliran Kali Kening tempat ke dua orang tua ku
tinggal. Meskipun demikian aliran arus Kali Kening bukan menjadi saksi
kelahiran ku dulu, sebab aku terlahir di tanah Borneo. Oleh sebab itu aku
dijuluki anak rantau.
“Kapan ya Ad, aku juga bingung cari waktu yang tepat untuk main ke
rumah ku”.
“Emmm…. Oiya… Apa besuk saja setelah kita habis ujian?”
“Nah… itu cocok Din, waktu yang tepat untuk melepas segala beban
fikiran setelah ujian kita nanti, Bukan begitu ?”
“Ide cemerlang kawan…. Kita bisa bermain di sepanjang aliran Kali
Kening yang bening hingga nampak ikan-ikan dari atas yang membuat kita jadi
pengen berenang bebas menyelami dalamnya Kali Kening”.
“Wah aku sudah tidak sabar lagi menunggu…” Sahut Fuad.
“Dan satu lagi… nanti kalo kita belum puas berenang, bisa slorodan
di Sambong”.
“Sambong itu apa din?’ Tanya Fuad.
“Bendungan air peninggalan Kolonial Belanda yang fungsinya untuk
irigasi mengairi sawah-sawah yang ada di bawah Kali Kening”.
“Wah….. kayaknya seru tu….”
“Makin gak sabar aku”
Setelah beberapa waktu berlalu dengan percakapan yang seru itu, Bu
Atik muncul dengan membawa es teh dan jus mangga pesanan aku dan temanku Fuad.
“Kok lama banget bu pesanannya” Tanya Fuad.
“Tadi kehabisan es batu Ad, jadi ibu cari keluar dulu, maaf ya…”
“Ah… gak papa bu, lagian kami gk terasa lama kok nunggunya”
sahutku.
“Emangnya kalian tadi ngobrol apa aja ?”
“Waw…. Seru pokoknya bu” kata Fuad.
“Liburan nanti aku mau di ajak main ke rumahnya Udin bu… disana
bisa berenang di sungai, lorodan di sambong… ah… pokoknya banyak bu”.
“Ibu kok jadi pengen ikut juga Din, sekalian biar kenal sama orang
tua mu”
Saking serunya percakapan Antara Aku, Fuad dan Bu Atik tak terasa
lonceng berbunyi tanda jam istirahat telah usia saatnya masuk kelas untuk
menerima pelajaran dari Bapak/Ibu guru.
“Ayo Ad, kita ke kelas, lonceng sudah berbunyi”
“Ayo…”
“Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya Bu”
“Iya… Sono cepetan masuk kelas, ntar telat lo”.
Aku bergegas masuk ke kelas, setelah Aku membayar minuman yang tadi
aku minum bersama Fuad di kantin sekolah. Pelajaran pun berjalan sampai waktu
pulang sekolah tiba.
***
Keesokan harinya Aku berangkat sekolah seperti biasanya. Sebelum sampai
di depan pintu gerbang sekolah aku bertemu dengan Bu Atik sembari membawa tas
belanja hendak pergi ke pasar untuk belanja kebutuhan kantin.
“Din nanti jam istirahat jangan lupa ke kantin ya?”
“Ada apa bu…? ” Tanya ku.
“Ibu mau ngomong bentar dengan mu”
“Tentang apa Bu..?”
“Ah… udah, pokoknya nanti ke kantin, sekalian ajakin teman akrab mu
si Fuad”.
“Iya Bu…” Jawab ku dengan perasaan bertanya-tanya. Apa yang hendak
di omongkan dengan kun nanti ya?? Apa aku ada salah atau aku ….. ah… sudahlah
nanti akan tahu sendiri. Gerutu ku dalam
benak. Sembari Bu Atik melangkah pergi ke pasar yang tidak jauh dari sekolah.
Teng… teng… teng…
Bunyi lonceng waktu istirahat telah tiba. Aku bergegas keluar
mendahului teman-teman lain seraya nggelandang Fuad untuk ku ajak ke kantin.
Dalam benakku masih tersimpan rasa penasaran yang dalam apa gerangan yang akan
di omongkan Bu Atik nanti. Masih dengan nafas ngos-ngosan sehabis
berlari dari kelas ke kantin.
“Bu…Bu… Bu Atik…”
“Tadi mau ngomong apa ibu pas ketemu di pintu gerbang?’
Tanya ku penuh cemas.
“Oo… gini Din Ibu kepingin ikut kerumah mu boleh nggak?”
“Kerumah ku Bu…??” “Serius Bu…??” “Kapan Bu…”
“Itu kalo boleh Din”
“Ya tentu sangat boleh Bu”
Dan perasaan ku lega dan plong setelah mendengar ucapan Bu Atik,
semua perkiraan aku akan dimarahi ternyata meleset, bahkan dapat kabar yang
sangat gembira. Ya, sangat gembira, orang yang sangat dekan dengan ku bahkan
seperti menjadi Ibu kedua ku akan ikut berkunjung ke rumah ku. Dan tak
ketinggalan teman akrab ku juga ikut setelah mendapat izin dari orang tuanya.
***
Hari-hari berlalu, minggu demi minggu terlewati. Ujian Nasional pun
telah dilewati dengan lancar tanpa ada kendala berarti dalam mengerjakan
soal-soal tersebut, itu juga berkat nasehat-nasehat yang sering ku dengar dari
Bu Atik untuk tidak malas belajar dan tentunya berdoa kepada Allah SWT supaya
diberi kemudahan dan kelancaran dalam mengerjakan soal-soal Ujian Nasional.
Saat pengumuman kelulusan pun tiba. Semua siswa kelas IX termasuk
aku harap-harap cemas dengan wajah penuh tanya, apa yang hendak diterima dalam
lipatan kertas di dalam sebuah amplop kecil apakah tulisan LULUS atau pun TIDAK
LULUS. Dan tiba giliran ku menerima amplop keramat itu dengan tangan
terasa kaku lagi berat. Saat semua telah mendapatkan amplop keramat itu,
tiba saatnya untuk membuka secara bersama-sama. Dan seketika suasana hening dan
tegang pecah bagai bom waktu yang meledak. Tangis tawa sedih gembira jadi satu
di dalam ruangan yang lebar itu, sebuah aula sekolah yang penuh kenangan di
dalamnya. Ku pejamkan mata dan ku buka amplop keramat itu dengan tangan
gemetar. Ku buka mata pelan-pelan dan ku lihat dalam sepotong kertas kecil
bertuliskan LULUS. Spontan aku mengucapkan Alhamdulillah rasa syukur ku kepada
Allah. Dan kegembiraan ku di ikuti juga oleh teman akrab ku Fuad, dia juga
lulus Ujian Nasional dan siap melanjutkan ke jenjang pendidikan atas.
***
Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba, kami bertiga berangkat dengan
naik Bus menuju kampung tercinta, kampung halaman. Keseruan tetap terjadi dan
hal-hal menyenangkan terus berjalan seiring putaran roda bus yang membawa kami
ke tujuan. Kabar gembira tentang kelulusan dan kepulangan ku bersama teman ku
Fuad beserta Bu Atik belum terdengar oleh orang tua ku di sana, karena saat itu
alat komunikasi masih sangat sulit. Bus berhenti tepat di depan rumah ku,
nampak dari kejauhan raut wajah orang tua ku bertanya-tanya, siapa gerangan
yang turun dari bus itu??. Saat kaki kiri ku turun dari bus dan menapakkan ke
tanah, terdengar oleh ku.
“Ya Allah…. Anak ku muleh…..”
“Bah…. iki lo anak mu muleh”. Ucap mak ku kepada bapak ku. Panggilan
yang biasa ku ucapkan juga.
“Budale jam piro mau ko kono?”
“La iki konco mu to Din?”
“La sing iki sopo?”
“Yawes podo mlebu omah disik kono”.
Beberapa pertanyaan yang terus keluar dari bibir ibu ku karena betapa
saking senangnya anaknya yang ke tiga telah pulang dan telah lulus. Kami
pun ngobrol bareng hingga tak terasa sudah jam 22.15 WIB, saatnya besuk
pagi meluapkan kegembiraan pada Kali Kening.
***
Waktu liburan telah usai dan saatnya Fuad dan Bu Atik kembali pulang.
Akan tetapi mereka berdua menjadi sedih karena niat ku untuk tidak kembali lagi
ke rumah Paman, aku lebih memilih melanjutkan sekolah di Desa ku sendiri dan
bermain bersama Kali Kening.
0 komentar:
Posting Komentar