Sehabis sholat subuh kurebahkan badanku seraya menunggu datangnya
sang surya dengan berbaring malas-malasan di atas kasur yang sudah terasa
mengeras serasa batu. Kutatap langit-langit kamar ku yang mulai dihiasi dengan sawang
disana-sini. Tiba-tiba Hp berbunyi mengusik lamunan ku tentang dia. Ternyata
seseorang yang kulamun dan kurindu kala itu yang menelfon ku. Bergegas ku
angkat telefon lalu kujawab.
“Wa’alaikum salam”.
“Alhamdulillah kabar sehat bu”
Sudah beberapa bulan ini aku tidak bisa bertemu dengan ibu ku
semenjak kejadian itu. Kejadian yang membuat ku sangat shock dan terus
membuat fikiran ku menjadi stress. Itu pula yang membuat ibu dan bapak pergi
jauh dari rumah. Akan tetapi, semenjak kejadian itu yang membuat ibu dan bapak
ku pergi jauh meninggalkan rumah, aku malah merasa lega dan sedikit agak
tenang. Karena apa yang diharapkan oleh ibu telah terkabulkan, meskipun dengan
cara yang membuat hati ku sedih. Sedikit masalah dengan rumah sebelah yang
membuat pertengkaran, sehingga hidup di rumah itu serasa dalam penjara.
“Istrimu dimana ?”
“Ni disamping ku bu” jawabku.
“Kabarnya gimana ?”
“Masih sering muntah dan kadang pusing juga bu” jawabku.
“Ya… yang sabar dulu kamu, itu hal yang wajar kok”
Saat itu istriku sedang hamil 2 bulan, saat-saat berat bagi para
ibu yang sedang mengandung. Karena perut terasa mual sepanjang waktu, hingga
bau masakanpun akan muntah. Ibu sering menenangkan ku dengan suara lembutnya. Kata
ibu orang hamil itu ya seperti itu, sering muntah dan pusing, gak mau makan,
tiap makan satu sendok dua sendok muntah.
Rasa kangen ku yang belum terobati seakan memuncak pada lebaran idul
adha kemarin, karena pada idul fitri yang lalu juga tidak bisa silaturrohmi
dengan ibu bapak disana. Tetapi rencana yang telah kupersiapkan jauh hari
sebelumnya ternyata gagal. Itu karena kabar bahagia yang kudapat bahwa istri ku
telah positif hamil. Sehingga aku tidak berani memaksa kehendak ku untuk pergi
menjenguk ibu jauh disana. Karena takut ada apa-apa dengan kandungannya saat
diperjalanan.
“Ya sudah gak bisa jenguk ibu bulan ini gak apa-apa, ibu aka selalu
mendoakan kamu dari sini. Untuk rencana jenguk ibu di tunda dulu sampai ada
waktu yang tepat, atau nunggu waktu habis lahiran aja sekalian gimana?”
Aku sedikit bingung untuk menjawab, karena rasa kangen ku yang
sangat dalam.
“Ya sudah bu nanti ku fiirkan lagi bersama istri ku”.
Tujuh bulan sudah waktu terlewati dengan amat cepat, dengan memikul
rasa kangen yang tiada tara. Karena semenjak kandungan istriku berumur dua
bulan hingga sembilan bulan rencana ku untuk melepas rasa kangen tak
tersampaikan.
Namun rasa kangen ku pada ibu seketika diganti dengan rasa senang
dan bahagia yang tiada tara. Karena tepat pada usia kandungan istriku yang
menginjak sembilan bulan, lahirlah putra pertama ku dengan selamat. Tak sabar
rasanya aku sampaikan kabar bahagia ini kepada ibu yang juga menanti-nanti kelahiran
cucunya.
“Hallo… Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikum salam”
“Ibu… istriku sudah melahirkan bu…”
“Alhamdulillah…”
“Laki-laki apa perempuan ?” Tanya ibu padaku.
“Laki-laki bu”
“Ya sudah, besuk juga ibu akan kesana jenguk cucu”
“Benarkah bu ?” Tanyaku.
“Insya Allah iya”
Alhamdulillah jawab ku dengan perasaan senang, karena ibu akan
datang ke rumah ku. Aku termenung sejenak seraya berangan-angan, bahwa
kesabaran itu pada akhirnya membawa kebahagian yang lebih. Seperti yang ku
alami saat ini. Kelahiran seorang putra dan rencana kedatangan ibu yang selalu
mengisi ruang hati ku.
Pesan Moral :
* Sabar itu berat tetapi pasti ada bahagia pada akhirnya
* Hidup itu penuh masalah, maka hadapilah dengan sabar dan tawakkal
* Orang yang harus kita hormati pertama kali adalah Ibu
0 komentar:
Posting Komentar