Oleh : Kafabih
Pertempuran yang
sengit masih terjadi dibalik bukit pada pagi buta menjelang subuh. Suara
rentetan senjata dan dentuman meriam terasa menggetarkan dada, menggugah
jiwa-jiwa kesatria pahlawan bangsa untuk segera menenteng senjata dan bertempur
hingga tetes darah penghabisan. Masih dalam suasana malam yang gelap gulita
disertai rintik hujan yang turun sejak tengah malam, Jarwo keluar rumah sesaat
setelah dia melaksanakan sholat subuh. Sembari menenteng senapan Arisaka Rifle ditangannya dan shal merah
putih yang terikat dikepalanya. Dengan semangat berkobar dia tinggalkan ibu dan
adik-adinya dirumah menuju medan pertempuran melawan penjajah bangsa.
“Dayat ayo kita
berangkat” ajak Jarwo.
“Apakah kamu
sudah siap dengan tugas berat ini ?” Tanya Dayat kepada Jarwo.
“Demi Tanah Air
dan Bangsa Indonesia, aku rela berkorban walaupun nyawa yang jadi taruhannya”
jawab Jarwo menggebu-gebu.
“Dan pertempuran
kali ini juga untuk membalaskan dendam ku yang terpendam semenjak kematian
bapak ku oleh peluru kompeni biadab tersebut”
Setelah berjalan
sekitar 30 menit, mereka berdua sampai di markas Laskar Ronggolawe yang tidak jauh dari rumahnya. Disana komandan Laskar Ronggolawe memberikan instruksi
kepada pasukannya, bahwa kita akan menyusul dan ikut bergabung dengan pasukan
yang telah lebih dahulu berangkat. Tetapi sebelum sampai tempat tujuan, kita
akan melakukan serangan fajar
terhadap truck kompeni pembawa senjata yang akan melewati jalur di jembatan
kali kening.
“Semua siap ?”
“Siap”
“Merdeka !!!”
“Merdeka !!!”
Jarwo dan
rombongan berjalan menyusuri pinggir rel kereta api dan pematang sawah di
pinggiran desa, menerobos gelapnya malam dan membelah disela-sela rintik hujan
yang tak kunjung berhenti. Selama perjalanan menuju titik yang telah ditentukan
komandan, pikiran Jarwo semakin kacau dan sesak oleh dendam yang telah membara
di dalam dadanya. Ia berjanji akan membalaskan dendam atas kematian bapaknya
ketika kompeni mengobrak-abrik seisi rumah dan menembak bapaknya tepat di depan
mata Jarwo. Dan ingatan itu masih segar menghantuai pikiran Jarwo.
*****
Sesaat setelah
sampai di titik pencegatan serangan fajar,
Jarwo dan pasukan lain menyebar menentukan posisi pengintaian. Jarwo sendiri
berada di utara jembatan. Setelah sekian lama menunggu, dari kejauhan nampak
sorotan lampu disela-sela gerimis dan diantara fajar yang mulai nampak
kemerahan, serta raungan mesin truck kompeni pembawa senjata mulai mendekat.
Jarwo pun mengendap-endap dibalik rerumputan ilalang yang tumbuh liar disekitar
kali kening. Dengan senapan Arisaka Rifle
siap ditangan, Jarwo pun serasa ta sabar menarik pelatuk senapan dan
memuntahkan pelurunya tepat di jantung kompeni biadab tersebut.
“Sebelum ada
perintah menembak, jangan ada yang mendahului menembak” instruksi dari komandan.
“Dan kamu Jarwo,
jangan bertindak gegabah dan membabi buta, itu bisa mencelakakan diri mu
sendiri” ucap Dayat dengan nada pelan.
“Ini saat yang
tepat untuk membalaskan dendam ku dayat” ucap Jarwo.
Putaran roda
semakin dekat dan nampak jelas disela-sela rumput ilalang, hanya berjarak
sekitar 20 meter dari tempat pengintaiain, detak jantung Jarwo pun semakin
kencang bagai derap langkah kaki kuda di medan perang. Sesaat setelah truck
melintas tepat diatas jembatan kali kening.
“Tembaaaaakk!!!!!!”
Teriak komandan.
Seketika suara
hening dan gemericik aliran air kali kening berubah menjadi medan pertempuran
yang sengit. Peluru-peluru melesat memberondong truck tersebut, bagai hujan
meteor dari langit. Tembakan-tembakan dari Pasukan Laskar Ronggolawe yang tersebar di utara dan selatan jembatan terus
memberondong truck tersebut. Tembakan balasan dari kompeni pun kian membabi
buta. Puluhan bahkan ratusan butir peluru telah dimuntahkan dari senapan Arisaka Rifle yang ditenteng Jarwo. Hingga
serangan fajar ini pun berhasil
dengan tewasnya 4 tentara kompeni Belanda.
“Cepat segera
kumpulkan senjata-senjata yang ada di dalam truck itu” perintah komandan kepada
Jarwo.
Jarwo pun segera
ke dalam truck dan mengumpulkan beberapa pucuk senjata, peluru dan granat yang
bisa digunakan untuk memperkuat persenjataan mereka.
Tanpa disadari
dari belakang ternyata ada 2 mobil jeep kompeni yang terpisah dengan truck
pembawa senjata. Peluru-peluru pun mulai ditembakkan ke arah Jarwo. Dayat pun
meneriaki Jarwo supaya cepat turun dari truck dan lari kearah kali kening.
“Jarwo ayo cepat
turun!! Dibelakang mu ada tentara kompeni dengan 2 mobil jeep”
“Ayo Jarwo cepat
turun!!” teriak Dayat berkali-kali.
Berondong
tembakan kompeni mengarah kepada Jarwo yang masih sempat mengambil sepucuk
meriam dan 2 bom granat. Selongsong peluru pun bersarang tepat di kakinya sebelah kiri, hingga kahirnya
Jarwo pun ambruk dengan kaki berlumuran darah, dan berusaha bangkit lagi dengan
sisa kekuatan yang ada. Sembari merayap berlindung dibalik truck yang mulai
terbakar. Ditentengnya meriam dengan penuh dendam, membalaskan dendam
bertahun-tahun yang menyesakkan dada. Ditariknya pelatuk dengan wajah buas dan
beringas.
“Rasakan
pembalasanku ini keparaaatt!!!!” teriak Jarwo.
Ratusan peluru
dimuntahkan dari meriam yang ditenteng Jarwo dengan sisa kekuatan yang ada.
Satu dua orang tentara kompeni mulai berjatuhan berlumuran darah tertembus
timah panas. Dan dua buah granat yang dilempar Jarwo tepat jatuh di dalam mobil
jeep. Dan tiba-tiba terdengar suara ledakan yang sangat keras memekakkan
telinga hingga api membumbung tinggi di angkasa dengan asap hitam pekat serta
bau mesiu yang menyengat hidung. Pada akhirnya hancurlah mobil jeep tersebut,
dan memanggang bersama 5 orang penumpangnya.
“Mati kau kompeni
biadab bagai daging panggang” ucap Jarwo.
Dia pun berjalan
sambil terseok-seok menuju pinggir jembatan dan berpegangan pada besi-besi tua jembatan
yang berkarat sambil menghela nafas dalam. Dendam ku telah terbalaskan untuk
mendiang bapak ku, ucap Jarwo dalam hati. Lalu Jarwo memanggil Dayat dan
teman-temannya yang tengah bersembunyi dibalik bongkahan batu kali kening dan
dalamnya kedung.
“Merdeka!! Merdeka!!”
“Kompeni biadab
telah terpanggang semua bersama mobil mereka” teriak Jarwo.
Dayat serta
pasukan yang lain mulai menampakkan batang hidungnya dari persembunyian. Namun
naas, tanpa disadari Jarwo ternyata masih ada satu tentara kompeni di mobil
jeep kedua yang masih hidup. Kompeni itu pun memberondong Jarwo dengan puluhan
timah panas, hingga akhirnya tubuh Jarwo bersimbah darah lalu terkapar, namun
dia masih sempat menarik pelatuk meriamnya, namun kalah cepat dengan granat
yang dilemparkan kompeni tepat kearah Jarwo, dan granat meledak dengan dahsyatnya. Jarwo pun
tewas bersama dengan runtuhnya jembatan kali kening.
Penulis juga anggota di Komunitas Kali Kening
0 komentar:
Posting Komentar